TheAsosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) is an Indonesian non-profit organization founded in 2016 which engaged in the field of solar energy in Indonesia. AESI will work to accelerate the use of solar energy in Indonesia and bring Indonesia to the #GigawattClub solar energy. One of AESI's strategic programs is to strengthen the #PLTSAtap
Jakarta ANTARA - Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI mendorong penguatan ekosistem pembangkit listrik tenaga surya di dalam negeri agar bisa menumbuhkan industri modul surya hingga menciptakan pasar bagi energi ramah lingkungan. "Kami mendorong penguatan ekosistem PLTS di Indonesia mulai dari industri, pasar, pelaku, dan standarnya," kata Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa di Jakarta, Selasa. Fabby menjelaskan saat ini 80 persen kebutuhan modul surya di dalam negeri berasal dari impor. Permintaan masyarakat yang cenderung kecil membuat industri modul surya lokal belum terbentuk, sehingga kebutuhan modul surya masih harus dipasok dari China. Menurutnya, komitmen negara-negara di seluruh dunia yang terus berupaya menekan emisi gas rumah kaca akan menciptakan ledakan permintaan untuk membangun PLTS yang bisa meningkatkan gairah industri modul surya. Baca juga Pertamina matangkan desain pemanfaatan energi surya untuk Pertashop Berdasarkan laporan Agensi Energi Internasional IEA, pembangunan PLTS yang saat ini rata-rata 160-180 gigawatt per tahun harus naik menjadi 650 gigawatt per tahun bila dunia mau mengarah ke net zero emission. Bahkan China dikabarkan akan membangun 140 gigawatt energi terbarukan dengan komposisi 80 gigawatt terletak pada listrik matahari pada tahun ini. AESI melihat sel surya dan modul surya akan menjadi komoditas dengan nilai tinggi di masa depan, sehingga akan berdampak terhadap persoalan keamanan energi jika Indonesia terus bergantung kepada produk impor. "Kami mendorong agar industri PLTS dalam negeri yang terintegrasi dari hulu ke hilir bisa dibangun di Indonesia untuk mengamankan kebutuhan 10 gigawatt per tahun sampai dengan 2030," kata Fabby. Baca juga Kapasitas terpasang PLTS atap capai 26,51 MWp hingga Maret 2021 Lebih lanjut dia menceritakan bahwa industri-industri PLTS di dalam negeri saat ini hanya sebatas merakit modul surya menjadi panel surya yang menyebabkan harga PLTS cenderung lebih mahal karena mayoritas kebutuhan produknya masih disuplai dari luar negeri. Indonesia dituntut harus bisa membangun industri sel surya agar bisa mengurangi ketergantungan bahan baku modul hingga ke hulu. Tak hanya itu, kaca rendah iron hingga inverter juga bisa dibuat oleh industri lokal karena bahan bakunya tersedia di dalam negeri. "Inverter itu mempengaruhi 30-40 persen harga bagi pelanggan rumah tangga karena kita masih impor inverter dari China, Australia, Korea, India. Industri ini harus dibangun karena punya pasar yang besar," kata Fabby. Dalam lima tahun ke depan, AESI menargetkan dapat membentuk solar prenuer atau pengusaha PLTS agar dapat melayani calon konsumen di seluruh Indonesia terkait penyediaan kebutuhan energi terbarukan nasional. Sejak dibentuk pada 2016 lalu, AESI kini tercatat memiliki 200 anggota yang terdiri dari perusahaan-perusahanan energi, developer, pengusaha, supplier, konsultan hingga masyarakat yang antusias terhadap Sugiharto PurnamaEditor Budi Suyanto COPYRIGHT © ANTARA 2021 AsosiasiEnergi Surya Indonesia atau AESI merupakan organisasi yang dibentuk untuk mengembangkan subjek energi terbarukan di Indonesia yang mengkhususkan pada bidang energi surya.Dengan melihat realita bahwa energi surya merupakan subjek dalam energi terbarukan yang paling tertinggal diibanding bidang-bidang lainnya. PLTS ATAP - JAKARTA. Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI meminta pemerintah agar transparan dalam melaksanakan kuota pengembangan PLTS Atap. Aturan baru ini akan tertuang di dalam revisi Peraturan Menteri Permen ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap. Di dalam kebijakan yang baru tersebut, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum IUPTLU dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
SuryaDarma bersama Airlangga Hartarto. (foto: Kemenperin.go.id) JAKARTA|DutaIndonesia.com- Sebanyak 10 organisasi profesi dan asosiasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang energi mendeklarasi "Gerakan Indonesia Net Zero Emisi Karbon Tahun 2050"pada tanggal 26 November 2021. Acara deklarasi dilakukan bersamaan dengan penutupan Indonesia
JAKARTA – Asosiasi Energi Surya Indonesia mengadakan Members Gathering perdananya tahun 2022 pada 31 Maret 2022. Members Gathering ini dihadiri oleh 50 orang anggota AESI yang merupakan pegiat dan pelaku usaha energi surya di Indonesia. Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, membuka acara dengan menyampaikan kegiatan advokasi yang sudah dilakukan AESI dalam menanggapi info dan keluhan dari pemasang energi surya, terutama terkait implementasi Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2021 dan Presidensi G20 Indonesia yang mengangkat isu transisi energi sebagai salah satu isu prioritas. Fabby Tumiwa juga menyampaikan apresiasi pada anggota AESI yang hadir dalam Members Gathering perdana 2022 ini. AESI mengundang dua narasumber, yaitu Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional DEN, Dr. Djoko Siswanto, dan Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM yang mewakili Direktur Jenderal EBTKE. Dr. Djoko Siswanto melakukan pemaparan sekilas mengenai upaya pemerintah daerah untuk akselerasi PLTS Rangkuman Forum Energi Daerah dan Governor’s Forum on Energy Transition. “Sampai saat ini baru ada 22 RUED, ada dua provinsi yang sudah target untuk bauran Energi terbarukan dalam RUED melebihi target nasional 2025, yaitu Sulawesi Utara 34% dan Sumatera Barat 27%. Sulawesi Utara memiliki potensi PLTS yang cukup baik, ketiga setelah geothermal,” Dr. Djoko menyampaikan. Sebagai pemerintah, DEN memfasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah untuk penyusunan regulasi dalam mempercepat transisi energi, dalam bentuk RUEN dan RUED dengan rencana kerja jangka panjang Kementerian ESDM dan lembaga lainnya, mengacu pada program yang ada pada pemerintah pusat. RUEN sendiri memiliki 383 kegiatan dan ribuan program yang mendukung kegiatan tersebut. Selain 22 provinsi yang telah menetapkan Perda RUED, provinsi lainnya yang sedang dalam proses pengundangan adalah Sulawesi Selatan, proses paripurna DPRD Riau dan Maluku, proses fasilitasi Kemendagri Banten dan Kepulauan Riau, dan dalam agenda Propemperda 2022, yaitu DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Papua, dan Papua Barat. Dr. Djoko menambahkan, “Apabila RUED semua telah selesai, maka percepatan pemanfaatan PLTS bisa dilakukan di beberapa daerah. Selain itu pemerintah juga berupaya dalam menyediakan anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD untuk pembangunan PLTS, mengeluarkan regulasi pendukung, melakukan survei dan studi potensi PLTS, mengajukan usulan titik dan lokasi pembangunan PLTS yang didanai oleh pemerintah Pusat melalui Direktorat Infrastuktur EBT, Ditjen EBTKE.” Dari data Forum Energi Daerah, instalasi PLTS saat ini sejumlah 71,90 MWp, 55,32 MWp direncanakan akan dipasang dalam 2022/2023, dan 9 provinsi telah memiliki instrumen kebijakan dalam pemanfaatan PLTS. Akselerasi PLTS atap bisa dimulai dari lingkup paling kecil, misalnya komitmen para gubernur untuk menggunakan PLTS di kediaman masing-masing. Setelah adanya Governors’ Forum on Energy Transition, perlu dipastikan komitmen masing-masing kepala daerah untuk akselerasi PLTS atap di lingkup kewenangan masing-masing. “Hambatan dari persyaratan teknis PLN juga akan coba didiskusikan dengan pemerintah pusat,” ujar Dr. Djoko. Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM lebih lanjut memaparkan mengenai Permen ESDM No. 26 Tahun 2021, Permen ESDM No. 2/2021, dan insentif PLTS atap. Mustaba Ari menyampaikan bahwa total PLTS atap yang dapat dikembangkan adalah sebesar GW ,dan pada tahun 2025 diharapkan diharapkan menjadi MW. “Upaya pengembangan PLTS atap sudah dilakukan dengan beberapa kegiatan, antara lain menyiapkan aplikasi pelayanan dan pelaporan PLTS atap untuk memudahkan pelanggan PLTS atap, membangun pusat pengaduan, memperkenalkan PLTS atap ke lembaga perbankan untuk pembiayaan yang lebih murah dan skema cicilan, dan bekerja sama dengan UNDP dan BPDLH dalam program Insentif Hibah SEF PLTS atap. Dalam Permen ESDM juga ada beberapa substansi pokok yang dibahas, seperti ekspor listrik 100%, akumulasi tagihan 6 bulan, waktu permohonan, perdagangan karbon, aplikasi pelayanan wilayah usaha, dan pusat pengaduan,” Mustaba Ari memaparkan lebih lanjut. Jumlah Hibah SEF yang akan disalurkan kurang lebih Rp 23 miliar, dan hibah ini ditargetkan untuk pemasangan kumulatif 5 MW yang terbagi atas pelanggan, sebagian besar dititikberatkan pada kelompok UMKM. Badan usaha yang memiliki izin juga diarahkan untuk memakai insentif ini. “Insentif nanti akan diberikan satu kali secara penuh, bisa diakses ujar beliau. Diskusi pun berlanjut dengan serangkaian pertanyaan dari para peserta mengenai korelasi Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah, seperti halnya Pergub Bali Energi Bersih; kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai izin pemasangan PLTS dengan persyaratan tertentu di dalamnya. Selain perizinan, terdapat beberapa topik seperti perawatan penerangan jalan raya berbasis surya, dan perjanjian jual beli listrik. Pada penutup acara, Dr. Andhika Prastawa, Ketua Dewan Pembina AESI juga mengungkapkan kegembiraannya terhadap antusiasme publik dalam menggunakan PLTS dan kegiatan aktif anggota AESI dalam mendukung energi surya di Indonesia. Dr. Andhika menambahkan bahwa dibutuhkan forum lagi yang menampilkan tiga aktor utama seperti PLN, EBTKE, dan DJK agar bisa lebih transparan dalam menjalankan regulasi. Sebagai tambahan, AESI akan menjadi co-host dalam Indonesia Solar Summit 2022 pada 19 dan 20 April mendatang.
PembangkitListrik Tenaga Surya (PLTS) belum banyak digunakan oleh masyarakat secara luas. Meski demikian, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Anthony Utomo, menyatakan bahwa minat masyarakat terhadap penggunaan panel surya sudah mulai terlihat. "Kalau solar cell panel ini, kan, sebetulnya bukan penemuan baru.

Institute for Essential Services Reform IESR memberikan dukungan dalam Musyarawah Nasional Munas Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI ke-1 yang diselenggarakan pada tanggal 25 Januari 2018 di Jakarta. Munas AESI ini bertema “Konsolidasi Asosiasi Energi Surya Indonesia untuk Mendukung Pencapaian Target Kebijakan Energi Nasional dalam Rangka Mewujudkan Energi Berkeadilan Hingga Pelosok Negeriâ€. Dalam acara ini juga dilakukan peluncuran portal “Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap“ dan pameran INDOSOLAR 2018. AESI diresmikan pendiriannya pada 15 Desember 2016. Sejarah pendirian AESI diawali pada saat Luluk Sumiarso menerima undangan dari Asosiasi Energi Surya di Jerman untuk berbicara mengenai berbagai sumber energi dan berdialog di sebuah konferensi. Sebelum datang ke Jerman, Luluk Sumiarso bertemu dengan beberapa pegiat energi terbarukan lain dan menginisiasi berdirinya Indonesia Solar Association ISA. IESR mendukung deklarasi AESI secara resmi dan juga berperan aktif dalam menfasilitasi beragam diskusi AESI dengan fokus pada pengembangan energi surya di Indonesia. Dari beberapa diskusi yang diselenggarakan tersebut, kemudian disepakati adanya kolaborasi beragam pemangku kepentingan untuk mencapat target gigawatt pertama energi surya di Indonesia dengan pemanfaatan listrik surya atap. Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap GNSSA ini dideklarasikan secara resmi dalam acara IndoEBTKEConnex tahun 2017 lalu. Rida Mulyana sebagai Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM menyampaikan pemerintah sangat mengapresiasi AESI dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Rida menyampaikan adanya beberapa kendala untuk pengembangan energi surya, misalnya teknologi baterai, sifat yang intermitent dan tergantung cuaca, serta ketersediaan lahan. Harus dipikirkan mengenai solusi untuk mengatasi tantangan ini, tentunya kerjasama dengan berbagai pihak, melihat permasalahan secara holistik dan tidak saling menyalahkan. Rida juga menyoroti ragam pemangku kepentingan di AESI yang diharapkan dapat berkontribusi secara positif untuk mewujudkan cita-cita bersama. Selanjutnya Arthur Panggabean sebagai konsultan GNSSA memberikan pemaparan mengenai portal GNSSA yang dapat diakses secara publik. Portal ini dirancang sebagai portal informasi mengenai pengetahuan, pertanyaan dan jawaban, juga forum untuk pelaku bisnis dan konsumen listrik surya atap untuk berjejaring. Setelah pembukaan Munas AESI, dilakukan diskusi panel dengan tema “Towards the First Gigawatt Solar Energy in Indonesia†dengan moderator Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa. Duduk sebagai panelis adalah Harris, Direktur Aneka Energi Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Zakiyudin, Direktur Mesin dan Alat Mesin Pertanian Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Dewanto, Deputi Manager Alternatif PT PLN, dan Ahmad Masyuri, Head of Engineering PT Sampoerna. Fabby Tumiwa menerangkan bahwa GNSSA dirancang dan dideklarasikan untuk berkontribusi terhadap target kebijakan energi nasional, yaitu 23% energi terbarukan pada tahun 2025. Dari target tersebut,  6,5 GW disumbang oleh listrik tenaga surya. Pembahasan tentang bagaimana rencana GNSSA ke depan terbilang penting, karena target GNSSA yaitu tercapainya 1 GW listrik surya atap dapat memiliki efek yang sangat luar biasa terhadap industri dan terhadap perkembangan pasar energi surya di Indonesia. Harris menyampaikan bahwa tren kebijakan pengembangan EBT berubah sangat cepat, sehingga dibutuhkan upaya-upaya sinergi internal eksternal, termasuk kolaborasi dalam Energi terbarukan, terutama energi yang dibangkitkan dari energi surya juga dianggap sangat mampu menyikapi perubahan dengan inovasi-inovasinya, sehingga mampu mengurangi biaya investasi dan harga. Kesiapan industri Indonesia terkait pasar dan manufaktur komponen listrik tenaga surya ditanggapi oleh Zakiyudin. Peningkatan daya saing industri pendukung proyek ketenagalistrikan telah diatur oleh Kementerian Perindustrian, seperti pemberian fasilitas BMDTP Bea Masuk Ditanggung Pemerintah untuk impor bahan baku industri pendukung proyek ketenagalistrikan. Pemerintah juga memberikan tax holiday untuk investasi baru  industri permesinan pendukung proyek ketenagalistrikan, dan mengajukan usulan pemberian fasilitas tax allowance. Dewanto sebagai perwakilan PT PLN menjelaskan bahwa PLN tidak menghalangi keberadaan PV rooftop. Secara kebijakan, sudah ada keputusan direksi tentang aturan penyambungan energi baru terbarukan, termasuk pemasangan instalasi listrik surya atap untuk pelanggan dan integrasi ke jaringan PLN. Saat ini PLN sedang berada dalam kondisi yang sulit, dikarenakan adanya penurunan penjualan, di samping berlebihnya pasokan di Jawa Bali karena turunnya permintaan dan banyaknya industri yang masih menggunakan pembangkit listrik sendiri. Pengalaman pelaku sektor industri dalam menggunakan energi terbarukan disampaikan oleh Ahmad Masyuri dari PT HM Sampoerna. Saat ini Sampoerna memiliki dua fasilitas di Sukorejo Jawa Timur dan Karawang yang membangkitkan listrik dari tenaga Sampoerna memiliki komitmen intenasional untuk mengurangi emisi karbon dari penggunaan energi, yang dilakukan dengan penggunaan listrik surya atap, penggantian lampu dengan lampu LED, dan efisiensi proses produksi. Munas AESI ke-1 ini kemudian dilanjutkan dengan musyawarah anggota AESI yang menetapkan Ketua Dewan Pengurus, Ketua Dewan Pembina, dan Ketua Dewan Pakar. Untuk tahun 2018 – 2021, terpilih Ketua Dewan Pengurus Dr. Andhika Prastawa, Ketua Dewan Pembina Luluk Sumiarso, dan Ketua Dewan Pakar Nur Pamudji.

Sesionline bootcamp 2 bertajuk "Cara Memanfaatkan Energi Surya" mengulas tentang implementasi energi surya pada sektor industri. Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Anthony Utomo mengatakan penggunaan PLTS Atap terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan berpeluang terciptanya green job , karena implementasinya

JAKARTA, - Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI membantah pengembangan PLTS Atap membawa kerugian bagi PT Perusahaan Listrik Negara PLN. Untuk itu, AESI mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM untuk segera melegislasi revisi Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh Pelanggan PT PLN. Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengungkapkan, perubahan ini diharapkan meningkatkan minat masyarakat memasang PLTS Atap yang dapat berdampak pada upaya pencapaian target bauran energi terbarukan, peningkatan investasi energi terbarukan, dan penurunan emisi gas rumah kaca GRK serta komitmen Indonesia untuk mencapai karbon netral sebelum juga Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap Dalam RUU EBT Proses legislasi ini masih terkendala proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Fabby menuturkan, pemasangan PLTS Atap pada skala besar merupakan cara yang tercepat dan termurah bagi pemerintah untuk mencapai target RUEN. Dengan potensi teknis pada segmen residensial yang mencapai 655 GWp dan potensi pasar mencapai 9-11 persen dari keseluruhan rumah tangga di Indonesia, ditambah dengan potensi PLTS Atap pada bangunan Commercial & Industry C&I, maka akselerasi PLTS Atap sangat tepat sebagai strategi pemerintah meningkatkan bauran energi terbarukan dan menurunkan emisi GRK dalam jangka pendek. “Untuk itu revisi Permen ESDM No. 49/2018 ini sangat tepat,” kata Fabby dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Kamis 19/8/2021. Fabby mengungkapkan, revisi Permen yang memperluas cakupan kepada seluruh pelanggan di wilayah usaha seluruh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik IUPTL, yaitu PLN dan non-PLN, akan memperluas potensi pasar PLTS Atap, khususnya untuk segmen konsumen C&I. Menurut dia, perubahan nilai ekspor listrik dari 65 persen menjadi 100 persen dengan skema net-metering dapat memperpendek masa pengembalian investasi dari yang saat ini di atas 10 tahun, bisa dipercepat di bawah 8 tahun, dengan tarif listrik saat ini. Perubahan persetujuan permohonan yang awalnya 15 hari kerja menjadi 5 hari kerja, serta kewajiban bagi IUPTL untuk membuat meter exim selalu tersedia dapat meningkatkan appetite konsumen PLTS Atap. PLN pun tidak membayar kepada pelanggan dan surplus transfer listrik akan menjadi milik PLN setelah 6 bulan. Kenaikan minat konsumen PLTS Atap ini pun dinilai seharusnya dilihat sebagai bentuk partisipasi atau gotong royong warga negara Indonesia terhadap upaya pemerintah meningkatkan energi terbarukan dan penurunan emisi CO2 dengan biaya sendiri dan tidak membebani keuangan negara dan BUMN. AESI menilai pandangan beberapa pihak yang menyatakan PLTS Atap akan membawa kerugian bagi PLN tidak tepat dan menyesatkan. Berdasarkan kajian USAID & NREL 20201 jika kapasitas PLTS Atap mencapai 3 GW, dengan tingkat tarif saat ini maka penurunan pendapatan PT PLN sangat kecil, hanya 0,2 persen. Sebagai catatan sampai dengan Januari 2021, jumlah kapasitas PLTS Atap di pelanggan PLN baru sebesar 22,63 MW.“Jelas sekali ada ketakutan berlebihan dan upaya sistematis untuk membesar-besarkan hal yang sebetulnya bukan isu penting dari revisi Permen ini,” kata Fabby. Baca juga Pasang Panel Surya, Berapa Lama Bisa Balik Modal? Bahkan pada sejumlah sistem, misalnya di Jawa-Bali, meningkatnya populasi PLTS Atap yang menghasilkan listrik di siang hari dapat membantu memangkas biaya produksi listrik dari PLTG/PLTGU yang beroperasi di beban menengah load follower. Dengan demikian peningkatan kapasitas PLTS Atap di Sistem Jawa-Bali justru bisa berdampak pada penurunan BPP PLN. Hal yang sama bisa terjadi di daerah-daerah luar Jawa yang didominasi oleh PLTD, dengan rata-rata biaya pembangkitan berkisar pada 1300 – 1900/kWh, PLTS Atap akan menurunkan biaya produksi. Demikian juga dengan klaim bahwa nilai transfer 11 merugikan PLN karena ada losses di jaringan, sebaiknya dikaji secara serius karena adanya PLTS Atap justru bisa saja memperbaiki kualitas tegangan dan menurunkan losses distribusi. Penggunaan PLTS Atap di segemen C&I dinilai punya dampak menurunkan biaya BPP PLN dan subsidi. Dengan penggunaan listrik captive dari PLTS Atap oleh C&I, PLN didorong untuk mengoptimalkan operasi pembangkitnya dan mengefisienkan Specific Fuel Consumption SFC pembangkit-pembangkitnya sehingga berdampak pada penurunan BPP. Penggunaan PLTS Atap juga membawa manfaat ekonomi yang besar dan dapat menjadi mesin pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Kajian USAID-NREL 2020 menemukan bahwa PLTS Atap residensial sebanyak 2000 unit dengan kapasitas total 9 MW dapat menyerap 710 tenaga kerja tahunan job-years, dengan GDP sebesar 4,9 juta dollar AS. Kajian IESR 2020 memperkirakan setiap 1 GWp akan menciptakan 22 – 30 ribu tenaga kerja. Pertumbuhan PLTS Atap dapat membuka lapangan kerja tambahan dari hadirnya industri PLTS dan tumbuhnya rantai pasok PLTS. Baca juga PLTS Terapung Terbesar di Asia Tenggara Siap Dibangun di Waduk Cirata Manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dari revisi Permen PLTS Atap jauh lebih besar dibandingkan dampak minimal yang terjadi dari penurunan pendapatan pada PLN. PLTS Atap yang tumbuh hanya akan membawa manfaat yang besar bagi masyarakat. PLN dan perusahaan pemegang IUPTL harus berbenah diri, melakukan transformasi bisnis jika tidak ingin tergilas dengan disrupsi teknologi yang saat ini terjadi, dan mengubah perencanaan dan pola operasi sistem kelistrikan. “Untuk mendukung transisi energi, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham perlu memperbaiki KPI PLN dengan memasukkan target pencapaian energi terbarukan. Ini sesuatu yang logis, mengingat kebijakan dan target pemerintah untuk mencapai bauran energi sebesar 23 persen pada 2025 dalam RUEN merupakan acuan bagi RUPTL PT PLN,” sebut Fabby. Filemon Agung Artikel ini telah tayang di dengan judul Pengembangan PLTS Atap rugikan PLN, ini kata AESI Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
pemanfaatanenergi baru terbarukan, khususnya energi surya, energi angin, energi gasifikasi batubara, dan energi hidro, diperlukan adanya . 2 Pahlawan Sagala Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia Anggota 22. Faisal Rahardian Jejaring Mikrohidro Indonesia Anggota 23. Sentanu Hindrakusuma Asosiasi Hidro Bandung Anggota Jakarta, 25 Januari 2023 – Berdiri pada tanggal 15 Desember 2016, AESI berperan sebagai forum komunikasi dan kerjasama antar pemegang kepentingan, dalam upaya percepatan pemanfaatan energi surya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi berkelanjutan. Sekelompok tokoh yang dimotori oleh Ir. Luluk Sumiarso menggagas terbentuknya asosiasi khusus energi surya di Indonesia, membentuk wadah bersama untuk pembuat kebijakan, pelaku bisnis, pakar, dan pengguna energi surya di Indonesia. Dari usulan ini, maka pada tanggal 15 Desember 2016, bertempat di Jakarta Selatan; Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI dideklarasikan. Badan hukum AESI disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan nomor Tahun 2018. AESI berkontribusi aktif dalam advokasi untuk mendorong terciptanya ekosistem energi surya yang kondusif di Indonesia, termasuk kebijakan dan regulasi terkait. Sejak didirikan, AESI berkomunikasi dan berdiskusi intens dengan pengambil kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, dan lain-lain untuk perumusan atau perbaikan kebijakan dan regulasi energi terbarukan, dan khususnya energi surya. Segera setelah dideklarasikan secara resmi, AESI menyelenggarakan beberapa diskusi grup terpumpun focus group discussion yang kemudian bermuara pada deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap pada September 2017, disampaikan bersama oleh 14 lembaga yang mewakili kementerian, institusi negara, asosiasi, lembaga non-pemerintah, dan universitas. Kerja AESI terus berlanjut untuk mendorong percepatan pemanfaatan energi surya di Indonesia, melalui diskusi, rilis pers, media briefing, dan berbagai kegiatan lain; dan pada bulan November 2018, peraturan menteri permen pertama yang mengatur pemanfaatan PLTS atap resmi dikeluarkan. Permen ini menjadi titik awal semakin meluasnya penggunaan energi surya dalam bentuk PLTS atap. Masukan AESI untuk perbaikan kebijakan dan regulasi yang mampu mendukung pertumbuhan PLTS di Indonesia dilakukan secara kontinyu – sehingga manfaat energi surya dapat dirasakan oleh banyak kalangan dan untuk pencapaian target energi terbarukan di Indonesia. Ekosistem pemanfaatan energi surya yang kondusif di Indonesia juga mensyaratkan adanya skema pembiayaan yang menarik dan tersedia secara luas. Dalam kerangka program ini, AESI secara khusus menyasar kolaborasi dan jejaring dengan lembaga pembiayaan untuk mempercepat adopsi PLTS dalam berbagai skala di Indonesia. Pemanfaatan energi surya di Indonesia akan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja hijau green jobs, dan AESI mendorong partisipasi aktif anggota serta berbagai pihak untuk peluang ini. Salah satu proritas AESI adalah inisiatif Solarpreneur – yaitu wirausaha engineering, procurement, and construction EPC untuk pemasangan PLTS atap di skala rumah tangga. AESI berusaha menutup ketimpangan akses pada penyedia produk dan jasa pemasangan PLTS atap, yang saat ini masih banyak terpusat di kota-kota besar. Peran aktif AESI juga diwujudkan dengan kegiatan peningkatan kapasitas anggota untuk keterampilan dan pengetahuan yang relevan dan teranyar. Dalam fokus pembukaan lapangan pekerjaan, kegiatan pelatihan untuk tenaga kerja terampil yang dibutuhkan dalam pemasangan dan perawatan PLTS atap diselenggarakan berkala dengan beragam mitra di berbagai kota. Website AESI Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia atau ARSSI, menyelenggarakan Seminar Nasional VIII.Seminar tersebut membahas banyak hal termasuk masa depan telemedicine dan digitalisasi rumah sakit.. Dikatakan Ketua ARSSI - drg. Susi Setiawaty, digitalisasi layanan dan administrasi di rumah sakit, bisa mendukung program SatuSehat yang diinisiasi Kementerian Kesehatan atau Kemenkes. PemerintahIndonesia dengan berbagai asosiasi masyarakat dan perusahaan telah mendeklarasikan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap pada 2017 lalu. Gerakan ini dimaksudkan untuk mendukung Kebijakan Energi Nasional, yaitu tercapainya 23% penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) di 2025.
Jakarta(ANTARA) - Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Anthony Utomo mengatakan masyarakat pengguna pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang terus meningkat membuat harga pembangkitnya semakin murah. "Satu hari cicilan itu nomboknya Rp13 ribu, bisa dapat aset yang menghasilkan (listrik) terus sampai 30 tahun mendatang.
.
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/210
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/150
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/411
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/302
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/438
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/340
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/447
  • 4bnldsdgkk.pages.dev/227
  • asosiasi energi surya indonesia